Liburan lebaran kemarin cukup spesial buat saya, ini 2 alasannya:
1. Pemerintah memberikan tambahan libur lebaran dan kantor saya pun mengikuti jadwal libur Pemerintah. Dalam 2 tahun terakhir, mungkin libur lebaran kemarin membuat saya dapat mengunjungi rumah dalam waktu yang cukup lama yakni 11 hari (termasuk waktu perjalanan).
2. Saya berkesempatan untuk mengunjungi salah satu spot wisata alam di kampung halaman "si mas" (pacar), yakni di Temanggung.
Kala itu adalah kali pertama saya mengunjungi Temanggung. Ternyata, Temanggung adalah kota yang memiliki pemandangan menarik, disana mata kita dimanjakan oleh 2 gunung sekaligus yakni Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro, selain itu juga ada gunung-gunung lainnya yang saya tidak tahu apa namanya. Bahkan dari teras rumah si mas saya juga disuguhi pemandangan gunung secara langsung.
Kami berangkat dari rumah si mas sekitar pukul 2 siang menuju tempat wisata yang saat itu saya tidak tahu namanya karena yah...ngikut ajakan mama si mas aja. Bagi saya tak penting nama wisatanya dan saya juga lebih suka mendapat surprise jika pergi ke suatu tempat asing sekaligus meminimalisasi ekspektasi.
Perjalanan kesana memakan waktu sekitar 30 menit. Sepanjang perjalanan rasanya sangat menyegarkan melihat pemandangan alam tanpa adanya gedung-gedung pencakar langit yang biasa saya lihat sehari-hari, daerahnya juga sejuk sekali hingga kami membuka jendela mobil agar dapat menghirup udara yang segar, perjalanan kami mendaki gunung lewati lembah, sungai mengalir indah ke samudra, bersama teman bertualang.....
maaf, itu lirik lagu Ninja Hatori. Tetapi memang perjalanan kami mirip-mirip dengan lirik lagu kartun generasi 90-an setiap hari Minggu itu, minus bagian mendaki dan lembah, sungai, samudra....eh itu sih udah nggak mirip semua ya?
Intinya kami menuju lokasi menggunakan mobil dengan rute yang menanjak nan berliku, lebar jalan yang sempit dengan jurang di sisi kiri kami, dan lebar jalan yang hanya bisa dilalui oleh 1 mobil, sudah tentu saya deg-degan sepanjang perjalanan. Tetapi alhamdulilah meskipun kami sempat berpapasan dengan mobil dari arah berlawanan tapi si mas masih dapat mengendalikan posisi mobil.
Setelah perjalanan yang cukup berliku, terlihat dari kejauhan sebuah lapangan kosong dengan beberapa juru parkir. Pasti ini dia tempatnya...
Setelah kami turun dari mobil masih tak terlihat penampakan pemandangannya. Usut punya usut, ternyata kami masih harus berjalan naik sekitar 100 meter menuju lokasi. Jalanlah kami menuju lokasi...
Setelah sampai lokasi, pertama-tama kami disambut dengan gerbang yang menunjukkan nama tempat wisata ini, di atasnya terlihat nama lokasi tempat ini yang terbuat dari susunan huruf dari kayu bertuliskan "Watu Angkrik" di puncak gerbang. Selain itu, gerbang juga dilengkapi dengan patung tokoh wayang raksasa setinggi manusia dewasa yang terbuat dari kayu masing-masing satu di sisi kanan dan kiri. Dari gerbang tersebut sekitar jarak 10 meter kami melihat semacam tower sebagai spot untuk melihat pemandangan dari puncak tertinggi, tinggi tower tersebut kira-kira 5 meter dan terbuat dari bambu.
Beberapa langkah setelah tower terdapat 2 bagian deck yang disusun untuk melihat pemandangan dari tepi tebing yang tidak semua orang berani ke sana sebab deck tersebut benar-benar berada di pinggir tebing dan hanya terbuat dari susunan bambu, nyali saya ciut seketika sehingga cukup menikmat pemandangan dari tempat yang "aman" saja. Di tempat tersebut juga disediakan beberapa gazebo untuk duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan dan spot foto lainnya.
Pemandangan di Watu Angkrik literally breathtaking. Di sana kami disuguhi pemandangan bukit yang masih belum terjamah oleh kabel-kabel listrik dan hunian manusia. Cahaya matahari yang menyinari beberapa bagian bukit pun menambah sensasi tersendiri yang tak dapat kita nikmati di sudut kota metropolitan.
Setelah melihat pemandangan, saya mencoba menyusul si mas naik ke tower untuk melihat pemandangan dari tempat yang lebih tinggi lagi. Krik..krik..krik...begitu bunyi tower bambu setiap saya menjejakkan kaki pada tiap anak tangga. Ada rasa takut yang menyelimuti kalau-kalau tower ini ambruk tiba-tiba, tapi saya tetap memberanikan diri untuk naik karena didorong oleh rasa penasaran, tidak mau rugi karena telah jauh-jauh ke sana, dan yah....kalau saya jatuh paling tidak saya tidak sendirian. Akhirnya setelah menaiki 3 tingkatan, saya tiba di puncak tower. Angin dingin semilir langsung menampar wajah saya. Oh, dan setiap kaki melangkah atau ada angin kencang berhembus, tower bambu tersebut bergoyang ke kanan, kiri, maju, muncur tergantung derap langkah kaki dan arah angin berhembus. Sempat saya histeris takut, namun si mas menenangkan sambil berkata "tenang, ini towernya sudah dibangun dengan perhitungan rumus fisika", yang tidak membuat saya merasa tenang tapi tertawa karena perkataan ngasalnya, tak lama kemudian kata-katanya disanggah oleh adik si mas "boro-boro rumus fisika, ini paling yang bikin juga tukang...yang belum tentu lulus SD". Makin histeris lah saya, kali ini bukan histeris takut tetapi tertawa histeris. Tentu kami tidak bermaksud merendahkan profesi tukang, mereka tentu punya lebih banyak ilmu dan skill soal bangun-membangunrelationship daripada kita orang awam.
Kami menghabiskan sekitar 15 menit di atas tower menikmati pemandangan alam yang sangat menyegarkan mata dan pikiran.
Karena hari beranjak sore, kami akhirnya memutuskan untuk pulang sekitar pukul setengah lima.
Tempat wisata ini meskipun memiliki pemandangan yang menakjubkan namun masih dikelola secara sederhana dan dengan tiket masuk yang murah meriah, padahal pemandangan yang dimiliki sama bagusnya seperti tempat-tempat wisata alam di Bandung, mungkin memang target marketnya adalah orang lokal (warga Temanggung dan sekitarnya) or simply belum menjadi fokus komersial or they just wanted to do it that way...which sebenarnya adalah hal yang bagus karena semua orang berhak untuk menikmati pemandangan alam dengan harga terjangkau.
Kalau ada pembaca (macam ada yang baca blog ini saja), yang sedang berkunjung ke Temanggung atau melewati Temanggung dan punya waktu luang, saya sarankan untuk mampir ke Watu Angkrik. Dijamin, sejuknya udara dan indahnya pemandangan dapat melepaskan penat kita.
Setelah kami turun dari mobil masih tak terlihat penampakan pemandangannya. Usut punya usut, ternyata kami masih harus berjalan naik sekitar 100 meter menuju lokasi. Jalanlah kami menuju lokasi...
Setelah sampai lokasi, pertama-tama kami disambut dengan gerbang yang menunjukkan nama tempat wisata ini, di atasnya terlihat nama lokasi tempat ini yang terbuat dari susunan huruf dari kayu bertuliskan "Watu Angkrik" di puncak gerbang. Selain itu, gerbang juga dilengkapi dengan patung tokoh wayang raksasa setinggi manusia dewasa yang terbuat dari kayu masing-masing satu di sisi kanan dan kiri. Dari gerbang tersebut sekitar jarak 10 meter kami melihat semacam tower sebagai spot untuk melihat pemandangan dari puncak tertinggi, tinggi tower tersebut kira-kira 5 meter dan terbuat dari bambu.
Beberapa langkah setelah tower terdapat 2 bagian deck yang disusun untuk melihat pemandangan dari tepi tebing yang tidak semua orang berani ke sana sebab deck tersebut benar-benar berada di pinggir tebing dan hanya terbuat dari susunan bambu, nyali saya ciut seketika sehingga cukup menikmat pemandangan dari tempat yang "aman" saja. Di tempat tersebut juga disediakan beberapa gazebo untuk duduk-duduk santai sambil menikmati pemandangan dan spot foto lainnya.
Pemandangan di Watu Angkrik literally breathtaking. Di sana kami disuguhi pemandangan bukit yang masih belum terjamah oleh kabel-kabel listrik dan hunian manusia. Cahaya matahari yang menyinari beberapa bagian bukit pun menambah sensasi tersendiri yang tak dapat kita nikmati di sudut kota metropolitan.
Setelah melihat pemandangan, saya mencoba menyusul si mas naik ke tower untuk melihat pemandangan dari tempat yang lebih tinggi lagi. Krik..krik..krik...begitu bunyi tower bambu setiap saya menjejakkan kaki pada tiap anak tangga. Ada rasa takut yang menyelimuti kalau-kalau tower ini ambruk tiba-tiba, tapi saya tetap memberanikan diri untuk naik karena didorong oleh rasa penasaran, tidak mau rugi karena telah jauh-jauh ke sana, dan yah....kalau saya jatuh paling tidak saya tidak sendirian. Akhirnya setelah menaiki 3 tingkatan, saya tiba di puncak tower. Angin dingin semilir langsung menampar wajah saya. Oh, dan setiap kaki melangkah atau ada angin kencang berhembus, tower bambu tersebut bergoyang ke kanan, kiri, maju, muncur tergantung derap langkah kaki dan arah angin berhembus. Sempat saya histeris takut, namun si mas menenangkan sambil berkata "tenang, ini towernya sudah dibangun dengan perhitungan rumus fisika", yang tidak membuat saya merasa tenang tapi tertawa karena perkataan ngasalnya, tak lama kemudian kata-katanya disanggah oleh adik si mas "boro-boro rumus fisika, ini paling yang bikin juga tukang...yang belum tentu lulus SD". Makin histeris lah saya, kali ini bukan histeris takut tetapi tertawa histeris. Tentu kami tidak bermaksud merendahkan profesi tukang, mereka tentu punya lebih banyak ilmu dan skill soal bangun-membangun
Kami menghabiskan sekitar 15 menit di atas tower menikmati pemandangan alam yang sangat menyegarkan mata dan pikiran.
Karena hari beranjak sore, kami akhirnya memutuskan untuk pulang sekitar pukul setengah lima.
Tempat wisata ini meskipun memiliki pemandangan yang menakjubkan namun masih dikelola secara sederhana dan dengan tiket masuk yang murah meriah, padahal pemandangan yang dimiliki sama bagusnya seperti tempat-tempat wisata alam di Bandung, mungkin memang target marketnya adalah orang lokal (warga Temanggung dan sekitarnya) or simply belum menjadi fokus komersial or they just wanted to do it that way...which sebenarnya adalah hal yang bagus karena semua orang berhak untuk menikmati pemandangan alam dengan harga terjangkau.
Kalau ada pembaca (macam ada yang baca blog ini saja), yang sedang berkunjung ke Temanggung atau melewati Temanggung dan punya waktu luang, saya sarankan untuk mampir ke Watu Angkrik. Dijamin, sejuknya udara dan indahnya pemandangan dapat melepaskan penat kita.
Potensi Wisata di Indonesia memang bagus
ReplyDelete